Sabtu, 21 Februari 2009

Wayang Kulit

Malam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita yang dibawakan sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa lalu.

Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat bayangan.

Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.

Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang dimainkan.

Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.

Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.

Sasono Hinggil yang terletak di utara alun-Alun Selatan adalah tempat yang paling sering menggelar acara pementasan wayang semalam suntuk, biasanya diadakan setiap minggu kedua dan keempat mulai pukul 21.00 WIB. Tempat lainnya adalah Bangsal Sri Maganti yang terletak di Kraton Yogyakarta. Wayang Kulit di bangsal tersebut dipentaskan selama 2 jam mulai pukul 10.00 WIB setiap hari Sabtu dengan tiket Rp 5.000,00.

Kamis, 05 Februari 2009

seNi musik Dayak

Pria Dayak Kenyah yang memainkan alat musik Sampe'
Alat Musik Sampe
Photo: AsiaFoto.com

Suku Dayak memiliki bermacam-macam alat musik, baik berupa alat musik petik, pukul dan tiup. Dalam kehidupan sehari-hari suku di pedalaman ini, musik juga merupakan sarana yang tidak kalah pentingnya untuk penyampaian maksud-maksud serta puja dan puji kepada yang berkuasa, baik terhadap roh-roh maupun manusia biasa. Selain itu musik alat-alat musik ini digunakan untuk mengiringi bermacam-macam tarian.

Seperti halnya dalam seni tari, pada seni musik pun mereka memiliki beberapa bentuk ritme, serta lagu-lagu tertentu untuk mengiringi suatu tarian dan upacara-upacara tertentu. Masing-masing suku memiliki kekhasannya sendiri-sendiri.


Alat Musik Suku Dayak:

Alat Musik

Keterangan

Gendang
Ada beberapa jenis Gendang yang dikenal oleh suku Dayak Tunjung:
  • Prahi
  • Gimar
  • Tuukng Tuat
  • Pampong
Genikng
Sebuah gong besar yang juga digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan) seperti halnya gong di Jawa.
Gong
Sama seperti gong di Jawa, dengan diameter 50-60 cm
Glunikng
Sejenis alat musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu ulin. Mirip alat musik saron di Jawa.
Jatung Tutup
Gendang besar dengan ukuran panjang 3 m dan diameter 50 cm
Jatung Utang
Sejenis alat musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang. Memiliki 12 kunci, tergantung dari atas sampai bawah dan dimainkan dengan kedua belah tangan.
Kadire
Alat musik tiup yang terbuat dari pelepah batang pisang dan memiliki 5 buah pipa bambu yang dibunyikan dengan mempermainkan udara pada rongga mulut untuk menghasilkan suara dengung.
Klentangan
Alat musik pukul yang terdiri dari enam buah gong kecil tersusun menurut nada-nada tertentu pada sebuah tempat dudukan berbentuk semacam kotak persegi panjang (rancak). Bentuk alat musik ini mirip dengan bonang di Jawa. Gong-gong kecil terbuat dari logam sedangkan tempat dudukannya terbuat dari kayu.
Sampe
Sejenis gitar atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3 atau 4. Biasanya diberi hiasan atau ukiran khas suku Dayak.
Suliikng
Alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Ada beberapa jenis suliikng:
  • Bangsi / Serunai
  • Suliikng Dewa
  • Kelaii
  • Tompong
Taraai
Sebuah gong kecil yang digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan). Alat pemukul terbuat dari kayu yang agak lunak.
Uding (Uring)
Sebuah kecapi yang terbuat dari bambu atau batang kelapa. Alat musik ini dikenal juga sebagai Genggong (Bali) atau Karinding (Jawa Barat).

Lima jurus gebrakan Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia

Gendut Riyanto, Illustration, 1977

(Gendut Riyanto, Illustration, 1977)

1. Dalam berkarya, membuang sejauh mungkin imaji “seni rupa” yang diakui hingga kini, (gerakan menganggapnya sebagai “seni rupa lama”) yaitu seni rupa yang dibatasi hanya di sekitar: seni lukis, seni patung dan seni gambar (seni grafis).

Dalam Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia, penetrasi di antara bentuk-bentuk seni rupa di atas, yang bisa melahirkan karya-karya seni rupa yang tak dapat dikategorikan pada bentuk-bentuk di atas, dianggap “sah” (”Seni Rupa Baru”).

Dalam berkarya, membuang sejauh mungkin imaji adanya elemen-elemen khusus dalam seni rupa seperti elemen-elemen lukisan, elemen-elemen gambar dan sebagainya. Keseluruhannya berada dalam satu kategori, elemen-elemen rupa yang bisa berkaitan dengan elemen-elemen ruang, gerak, waktu dan sebagainya.

Dengan begitu, semua kegiatan yang dapat dikategorikan ke dalam seni rupa di Indonesia, kendati didasari “estetika” yang berbeda, umpamanya yang berasal dari kesenian tradisional, secara masuk akal dianggap sah sebagai seni rupa yang hidup.


2. Membuang sejauh mungkin sikap “spesialis” dalam seni rupa yang cenderung membangun “bahasa elitis” yang didasari sikap “avant-gardisme” yang dibangun oleh imaji: seniman seharusnya menyuruk ke dalam mencari hal-hal subtil (agar tidak dimengerti masyarakat, karena seniman adalah bagian dari misteri hidup?).

Sebagai gantinya, percaya pada segi “kesamaan” yang ada pada manusia dikarenakan lingkungan kehidupan yang sama. Percaya pada masalah-masalah sosial yang aktual sebagai masalah yang lebih penting untuk dibicarakan daripada sentimen-sentimen pribadi. Dalam hal ini, kekayaan ide atau gagasan lebih utama daripada ketrampilan “master” dalam menggarap elemen-elemen bentuk.


3. Mendambakan “kemungkinan berkarya”, dalam arti mengharapkan keragaman gaya dalam seni rupa Indonesia. Menghujani seni rupa Indonesia dengan kemungkinan-kemungkinan baru, mengakui semua kemungkinan tanpa batasan, sebagai pencerminan sikap “mencari”. Dari sini, menentang semua penyusutan kemungkinan, antara lain sikap pengajaran “cantrikisme” di mana gaya seorang guru diikuti murid-muridnya, yang sebenarnya dapat berbuat lain, memperkaya kemungkinan “gaya” seni rupa Indonesia.


4. Mencita-citakan perkembangan seni rupa yang “Indonesia” dengan jalan mengutamakan pengetahuan tentang Sejarah Seni Rupa Indonesia Baru yang berawal dari Raden Saleh. Mempelajari periodisasinya. melihat dengan kritis dan tajam caranya berkembang, menimbang dan menumpukkan perkembangan selanjutnya ke situ. Percaya bahwa dalam Sejarah Seni Rupa Indonesia Baru ini terdapat masalah-masalah yang sejajar bahkan tidak dimiliki buku-buku impor, dan mampu mengisi seni rupa Indonesia dengan masalah yang bisa menghasilkan perkembangan yang bermutu.

Mencita-citakan perkembangan seni rupa yang didasari tulisan-tulisan dan teori-teori orang-orang Indonesia, baik kritikus, sejarawan ataupun pemikir.

Menentang habis-habisan pendapat yang mengatakan perkembangan seni rupa Indonesia adalah bagian dari sejarah seni rupa Dunia, yang mengatakan seni adalah universal. yang menggantungkan masalah seni rupa Indonesia pada masalah seni rupa di Mancanegara.


5. Mencita-citakan seni rupa yang lebih hidup, dalam arti tidak diragukan kehadirannya, wajar, berguna, dan hidup meluas di kalangan masyarakat.

SENI RUPA DAUR ULANG


Bagaimana gaya tokoh vang sudah almarhum saat menyedot rokok? Tengoklah di Galeri Semarang, Semarang, Jawa Tengah, 28 Juli hingga 6 Agustus mendatang. Ada lima lukisan potret tokoh dengan posisi kepala berbeda, ada yang teleng ke kiri, ada yang teleng ke kanan. Tapi semuanya dalam pose yang seragam: jari tangan kiri menjepit rokok yang sedang bertengger di bibir. Ibu jari tak tampak, jari telunjuk dan jari tengah menjepit rokok, dan jari manis berjarak dengan keduanya dan agak menutup jari kelingking di bagian ujungnya. Pose jari tangan pada karya lukis Agus Suwage dalam pameran bertajuk "On Appropriation" ini mirip pose jari tangan potret penyair Chairil Anwar. Agus menempelkan pose jari tangan kanan dan rokok Chairil Anwar pada potret artis serba bisa Benyamin Sueb serta Tatanka Iyotake alias Sitting Bull, yang memimpin 3.500 pejuang suku. Indian Sioux dan Cheyerme menggempur pasukan berkuda Amerika pada 1876. Sitting Bull ash merokok dengan pipa panjang.

Ada juga potret pelukis asal. Haiti, Basquiat, dan gitaris band musik cadas Nirvana, Kurt Donald Cobain, yang meninggal di garasi rumahnya pada 1994. Jari dan rokok Chairil Anwar juga menempel pada lukisan potret pemain drum kelompok rock 1970-an, Led Zeppelin, John Henry "Bonzo" Bonham.


Praktek main tempel inilah yang dimaksudkan kurator Rifky.Effendy sebagai tindakan appropriation (penyetaraan). Dalam seni rupa Banal, tulis Rifky dalam konsep kuratorialnya, istilah appropriation merujuk pada penggunaan elemen pinjaman dalam. suatu karya seni. "Sejak dekade 1980 istilah ini juga mengacu pada yang lebih khusus, mengutip karya seniman lain untuk menciptakan karya baru," katanya.

Rifky menunjuk kenakalan pelukis surealis Spanyol, Salvador Dali, pada 1954, yang menggarap potret La Gioconda atau Mona Lisa karya Leonardo da Vinci lewat karya lukis berjudul Self Portrait as Mona Lisa. Di tangan Dali, keelokan paras Mona Lisa berubah, tak hanya secara visual, tapi juga maknawi


Di Indonesia, menurut Rifky, pada abad ke-19 Raden Saleh Sjarif Bustamam meminjam karya pelukis Belanda, Nikoolas Pieneman, Gevangenneming van Diponegoro, bertarikh 1830. Di tangan Raden Saleh, adegan penangkapan Pangeran Diponegoro di Magelang, Jawa Tengah, menjadi karya dengan makna baru yang bersifat politis.


Pada 1990-an, ada pegrafis Tisna Sanjaya yang sering mencuplik citraan lukisan klasik pada karya etsa. Bahkan dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung, Asmujo Jono Irianto, habis-habisan mengambil citraan karya yang pernah ada sebagai parodi bagi seni rupa kontemporer dalam sebuah pameran beitajuk "Kleptosign".


Kini, pada pameran ini, Rifky mencoba mengumpulkan 13 "pendaur ulang" karya seni rupa. Ada perupa yang sudah melekat dengan gaya daur ulang semacam Agus Suwage. Menurut Rifky, Suwage sejak 1995 mulai menggarap karya berwatak apropriasi. Ia juga mengadopsi gagasan kebentukan perupa asing.


Selain Suwage, sejatinya tak ada perupa pendaur ulang yang konsisten dalam pameran ini. Mereka adalah perupa yang secara alamiah terpengaruh gagasan atau. elemen rupa dari sana-sini. Yang terjadi dalam pameran ini adalah kurator mengorder karya dengan kata kunci: citraan tokoh.


Hasilnya, dosen ITB, Aminudin TH. Siregar, memajang pose foto dirinya bersama seorang perempuan berjas lengkap memegang tongkat berdiri di atas meja dengan ekspresi, wajah bego. Tak ada yang mengejutkan dari karya yang sengaja dikutip dari karya performance art Gilbert dan George, Singing Sculpture, ini.


Atau karya Dipo Andy, 32 tahun, yang bergaya pop-art ala Andy Warhol, dengan menukangi citraan potret wajah tokoh dunia. Bedanya, Dipo Andy menggunakan teknik cat akrilik di atas kanvas, sedangkan Andy Warhol menggunakan teknik grafis. Astari Rasyid menampilkan lukisan pasangan yang berdansa dengan latar belakang istana merdeka. Ia mencuplik foto bekas presiden Megawati dalam pose yang sama. Adapun karya Wiyoga Muhardanto, 23 tahun, mampu merampas perhatian tanpa harus direcoki dengan kurasi praktek apropriasi. Karya patungnya dari bahan resin itu berbentuk benda fungsional dari citraan bentuk belulang manusia. Semisal, citraan tulang rusuk menghasilkan bentuk kutang tradisional perempuan Jawa dan tulang jari tangan menghasilkan citraan sepatu. atau headphone.

Tapi pameran ini menyisakan problem etik yang mengganggu: bagaimana tanggung jawab etik perupa yang mengutip citraan karya orang lain?

Pengertian Dan Perkembangan Seni Grafis

hegemoni teknologi

Seni grafis adalah salah satu bidang seni rupa yang bergerak pada bidang pencetakan, baik pencetakan yang berupa teknik manual maupun yang sudah digital, diantara keduanya sama-sama grafis istilahnya namun dalam takaran seni perlu dibahas lebih lanjut. Seni grafis secara kasar dapat digolongkan ke dalam salah satu seni murni, hal ini didasarkan atas tujuan dan fungsi yang dibawa,yaitu untuk memenuhi kepuasan atau untuk mengekspresikan diri. Adapun jika tujuan itu sudah bergeser dari tujuan awal untuk memenuhi kepuaasan atau mengekspresikan diri,maka timbul pertanyaan apakah seni grafis tersebut dapat digolongkan kedalam seni murni atau seni terapan?,hal ini perlu dikaji lebih lanjut.

Perkembangan dunia percetakan tidak dapat dipungkiri telah berjalan dengan cepat. Meski demikian secara dasar teknik-teknik yang dipergunakan sama dengan berbagai teknik yang sudah lama digunakan seperti relief print, intaglio print, dsb, hanya saja ada beberapa aplikasi baru yang dapat digunakan dalam pembuatan seni grafis yang tidak jarang hasil yang dicapai lebih memuaskan. Aplikasi tersebut berupa pemanfaatan media komputerisasi sebagai sarana desain juga sarana pemudah pencetakan melalui digital printing.

Pemanfaatan media komputeisasi ini merupakan pemicu awal munculnya anggapan bahwa seni grafis mulai bergeser dari fungsi awalnya sebagai seni murni menjadi fungsi seni terapan bersanding dengan seni kriya dan desain. Anggapan pergeseran ini didasarkan pada tujuan pembutan karya itu sendiri, dengan munculnya media komputer maka kemudahan dalam hal pencapaian kuantitas yang diinginkan semakin menjanjikan sehingga semakin menggiurkan para seniman grafis ( pada mulanya) untuk terjun dalam dunia marketing. Selain dikuatkan oleh berbagai kemudahan tersebut pergeseran juga didorong oleh kebutuhan hidup yang semakin pelik disertai penyediaan peralatan untuk komputerisasi yang tidak murah.

Namun dalam hal ini tidak semuanya teknik grafis dapat dipukul rata dengan komputerisasi secara absolut, ada tiga teknik dari 4 teknik yang tidak dapat menggunakan teknik komputerisasi, yaitu teknik cetak tinggi, cetak dalam, dan cetak datar. Adapun cetak sablon dapat diganti dengan komputerisasi dikarenakan konsep dasar sablon adalah penciptaan karya 2 D tanpa tekstur, dan tanpa degradasi yang detail yang kesemua itu dapat dilakukan oleh komputer dengan mudah dan hasil yang lebih memuaskan (memakai software pendukung seperti corel,adobe,auto cad,dsb)
Teknik cetak tinggi, cetak dalam, dan cetak datar tidak dapat dipukul rata dengan sistem komputerisasi karena ketiganya memiliki ciri khusus yang tidak dapat digantikan fungsinya oleh komputer , meskipun dapat digantikan maka akan mempunyai karakteristik sendiri. Ciri- ciri khusus tersebut antara lain adalah ketiganya memiliki unsur tekstur,dan unsur goresan alamiah yang dihasilkan oleh acuan serta efek warna yang dapat diolah secara khusus oleh seniman dengan gayanya sendiri tentunya. Selain itu ada ciri khusus yang sifatnya dilandaskan pada kerumitan dan usaha keras yang dilakukan untuk menghasilkan karya grafis yang spektakuler, kerumitan dan usaha keras ini dapat mencangkup semua jenis teknik sebab kerumitan selalu disandarkan pada hal yang sifatnya manual dari pada otomatis (komputer).
Guru besar Seni Grafis Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Setiawan Sabana, mengungkapkan,”
berkembangnysa seni rupa, khususnya seni grafis, tidak independen. Banyak faktor lain yang memengaruhi, terutama infrastruktur atau teknik dan bahan dasar pembentuk media seni. “
Setiawan menegaskan,” seni grafis “berhak” berkembang dan sejajar dengan seni rupa lainnya. Seni tidak bisa dikotak-kotakkan dalam arus utama tertentu. “Janganlah kita batasi dan persoalkan medianya. Yang penting, isinya. Seni grafis yang konvensional sekalipun tidak bisa menutup diri dari perubahan zaman. Kontemporerisasi menjadi pilihan. Sebab, sejatinya negara ini memang tidak punya akar tradisi seni grafis. Kalau kita terus mengacu ke Eropa, kapan kita akan mengejar,” (kompas, 20 Maret 2007)

Sehingga dalam kaitannya dengan media yang dipakai dalam pengungkapan kreatifitas seni grafis seharusnya tidak perlu diperdebatkan, yang utama adalah seni grafis yang meng-indonesia.
Kajian singkat di atas adalah secarik pembahasan terkait muncullah istilah seni murni dan seni terapan. Keduanya adalah sama-sama seni hanya saja karena perbedaan tujuan dan perkembangan teknologilah istilah tersebut muncul. Teknologi adalah ikon terpenting yang memunculkan istilah tersebut. Teknologi adalah ikon modern, juga modernisasi. Semakin canggih teknologi semakin modern, dan itulah modernisasi. Modernisasi adalah sebuah upaya menyesuaikan kebiasaan dengan konstelasi ( gaya atau tren) dunia (Jim Supangkat). Konstelasi abad modern pada awalnya didominasi pemikiran Eropa Barat dan Amerika. Namun dalam era globalisasi, formasi konstelasi dunia ditentukan pola perkembangan negara-negara maju. Kedua tahap itu pada kenyataannya mengakibatkan sebuah penyeragaman dunia.
Seni grafis secara tidak langsung ( pada teknik tertentu) mulai menjamah modernisasi ( seni grafis modern). Hal ini ditandai dengan munculnya teknik-teknik kreatif baru sebagaimana Rolf Nesch (1893-1975), yang mendapat pengakuan internasional untuk teknik grafis logam, dan artis Sámi John Savio (1902-1938), dengan cetakan kayunya. Stanley Hayter Atelier 17 di Paris, yang berspesialisasi dalam teknik mencetak banyak warna hanya dengan menggunakan satu pelat. Berbagai teknik baru mulai diperkenalkan pada tahun 1970, termasuk cetakan di atas kain sutra, dan kebangkitan seni sketsa baik yang mengandung arti kiasan maupun tidak. Tahun 1970 seringkali dianggap sebagai jaman keemasan seni grafis, Nama yang patut diperhitungkan dalam beberapa tahun terakhir termasuk Bjørn-Willy Mortensen (1941-1993), Per Kleiva (b1933) dan Anders Kjær (1940). (http://www.norwegia.or.id/culture/painting/graphic/graphic.htm)
Dengan munculnya seni grafis modern maka ajang kreatifitas seniman garfis tidak dapat dibendung karena konsep dasar seni modern adalah unsur kreatifitas untuk memunculkan sesuatu yang baru. Sehingg a peluang kemunculan seni grafis terapan semakin besar. Hal ini ditandai dengan kemunculan omzet digital printing dan sablon yang digelar dalam pasar komersial. Padahal konsep dasar seni (termasuk seni rupa- seni grafis-) terkait estetika seni itu sendiri terletak pada nilainya, sedang nilai itu tidak dapat dikurskan dalam bentuk nominal secara pasti karena nilai itu adalah hal abstrak yang tidak memiliki batasan. Kalaupun karya seni itu dapat dipasarkan maka harga yang didapat adalah biaya operasional dan ongkos seniman atau pencipta, bukan harga dari nilai yang dimiliki karya tersebut. Selain hal itu terdapat manipulasi nilai karya seni grafis yang semakin mempertajam munculnya seni grafis terapan yaitu karya yang disandarkan pada permintaan pasar bukan pada kepuasan ekspresi pencipta.

Penggolongan Seni Grafis Berdasarkan Teknik
Penggolongan seni grafis berdasarkan teknik ini dikarenakan perbedaan acuan dan persyaratan yang harus dimiliki masing-masing teknik. Adapun teknik-teknik tersebut adalah teknik cetak tinggi ( Relief Print), teknik seni cetak datar (Surface screen), teknik cetak dalam ( intaglio print) dan tekni cetak saring( silk -screen).

Karya Anak TK

• MENGGAMBAR DENGAN TIUPAN

Bahan:

• Pewarna, bisa menggunakan cat air atau pewarna kue

• Kertas gambar

Alat:

• Sedotan minuman dingin/limun

• Kuas untuk mencampur warna

• Tempat pewarna

Cara membuat:

• Cairkan pewarna dengan sedikit air pada tempat untuk mencampur warna.

• Teteskan cairan pewarna dengan menggunakan kuas di atas kertas gambar.

• Tiuplah tetesan pewarna tadi dengan menggunakan sedotan. Ketika ditiup, pewarna akan menyebar ke berbagai arah berupa cabang-cabang. Tiuplah terus setiap cabang tadi hingga tersebar ke berbagai arah dan tidak terdapat genangan warna pada setiap bagian yang menyebar tadi. Sebaran warna akan membentuk ranting-ranting kecil.

• Lakukan hal yang sama dengan menggunakan warna lain. Biarkan warna saling menumpuk hingga menghasilkan sebuah gambar yang diinginkan.

Karya Menggambar dengan Tiupan

• INKBLOT

Bahan:

• Pewarna, bisa menggunakan cat air atau pewarna kue

• Kertas gambar

Alat:

• Kuas untuk mencampur warna

• Tempat pewarna

Cara membuat:

• Cairkan pewarna dengan sedikit air pada tempat untuk mencampur warna. Jika pewarna tidak terlalu kental, tidak perlu dicampur dengan air. Jika menggunakan pewarna kue yang terbuat dari serbuk atau berupa tepung, berilah sedikit air untuk mencairkannya. Hati-hati jangan terlalu encer.

• Teteskan pewarna yang sudah disiapkan pada beberapa bagian di atas kertas. Dapat dipilih beberapa warna untuk hasil yang lebih baik.

• Lipat kertas pada bagian tengah sisi panjangnya.

• Gosoklah dengan hati-hati kertas yang sudah dilipat dan ditetesi warna dengan menggunakan telapak tangan hingga rata, jangan sampai ada warna yang masih mengumpul atau menggumpal.

• Bukalah lipatan kertasnya, maka akan menghasilkan gambar yang dapat kalian beri judul sendiri.

Karya Inkblot

• MENGGAMBAR DENGAN TARIKAN BENANG

Bahan:

• Pewarna, bisa menggunakan cat air atau pewarna kue

• Kertas gambar

Alat:

• Kuas untuk mencampur warna

• Tempat pewarna

• Benang kasur

Cara membuat:

• Campurlah perwarna dengan air

• Ambil benang kasur kurang lebih sepanjang 40-45 cm.

• Celupkan sebagian besar benang pada cairan pewarna, jika perwarna terlalu banyak menempel pada benang, biarkan cairan pewarna menetes dulu.

• Jika dirasakan pewarna telah cukup menempel pada benang, letakkan benang tersebut di atas kertas. Cara meletakkan benang dapat diatur atau bebas sesuai kehendak kalian. Ujung benang bekas pegangan letakkan di luar bidang kertas.

• Lalu lipatlah kertas pada bagian tengah sisi panjangnya.

• Sambil menekan kertas dengan salah satu telapak tangan, tariklah perlahan-lahan benang sampat keluar dari kertas. Cara menarik kertas terserah kalian, biasa lurus ke bawah, lurus ke samping, atau variasi dari keduanya.

• Setelah benang terlepas semua dari atas kertas, bukalah kertas. Gambar apa yang kalian dapatkan? Indah bukan?

• Untuk menghasilkan beberapa bentuk dalam satu bidang gambar, cara di atas tadi dapat dilakukan lagi dengan menggunakan warna yang berbeda. Maka akan menghasilkan gambar yang lebih indah.

Karya Menggambar dengan tarikan Benang

graffity itu??seNi ato peLanggaran??

Image hosting by Photobucket

SENI ATO PELANGGARAN

Graffiti adalah sebuah bentuk dari kreatifitas yang dituangkan pada sebuah media, seni ini sering kita jumpai pada tembok dan peralatan publik lainnya, karena media yang digunakan kebanyakan adalah barang publik maka salah satu cabang seni ini menimbulkan sebuah kontroversi, disatu sisi para pelaku menganggap bahwa apa yang mereka lakukan adalah bentuk dari ungkapan atas kreatifitas mereka, disisi lain, petugas yang berwenang dalam hal ini adalah aparat bahwa yang mereka lakukan merupakan pelanggaran karena dianggap telah merusak dan mengotori kota, dua sisi yang keduanya menganggap apa yang dinyakininya adalah benar, PIYE JAL?AKU YO BINGGUNG.....